Kematian Timothy Anugerah Saputera (22) yang diduga melompat dari salah satu gedung di Universitas Udayana, Bali, memunculkan spekulasi perundungan yang diduga dialaminya.

Dugaan perundungan di perguruan tinggi tersebut mengemuka setelah seorang mahasiswa, Timothy Anugerah Saputra, ditemukan terkapar di halaman gedung FISIP setelah melompat dari lantai empat gedung fakultas itu pada Rabu (15/10).

Timothy dinyatakan meninggal setelah sempat mendapatkan perawatan di rumah sakit.

Kondisi Timothy saat itu tersebar di grup Whatsapp sebagian mahasiswa yang tergabung di himpunan mahasiswa dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM).

Alih-alih bersimpati dan berempati, para mahasiswa di grup tersebut malah mengolok-olok.

Obrolan nirempati di grup pesan mahasiswa universitas itu viral di media sosial dan menuai amarah warganet.

Universitas Udayana kemudian mengeluarkan pernyataan pada Jumat (17/10).

Dalam pernyataan itu, disebut isi percakapan terjadi setelah mendiang meninggal dunia sehingga percakapan tertulis yang beredar tidak berkaitan atau menjadi penyebab Timothy menjatuhkan diri.

Kepolisian Sektor Denpasar masih menyelidiki peristiwa ini.

 

Bagaimana kronologi peristiwa ini?

15 Oktober

Sekitar pukul 08.30 WITA, Timothy yang memakai kemeja putih naik ke lantai empat dengan membawa ransel. Sejumlah saksi di lokasi menyebut Timothy terlihat panik. Para saksi juga mengatakan bahwa Timothy sempat melepas sepatu, mendekati dinding, dan melompat.

Timothy dibawa ke Rumah Sakit Umum Pusat Prof. Ngoerah, Denpasar dan dinyatakan meninggal dunia setelah kesadarannya terus menurun.

16 Oktober

Obrolan sejumlah mahasiswa di grup Whatsapp terkait Timothy tersebar di media sosial. Isu perundungan kemudian mencuat mengingat respons para mahasiswa di grup tersebut mengolok-olok Timothy. Para mahasiswa ini berasal dari lintas fakultas.

Setelah viral, para mahasiswa yang tergabung di himpunan mahasiswa dan BEM ini diberhentikan dari jabatannya. Sementara itu, enam mahasiswa yang berasal dari FISIP memperoleh sanksi nilai D selama satu semester.

Malam renungan dan doa bersama untuk Timothy Anugerah Saputra (22) yang meninggal setelah diduga melompat dari gedung FISIP Universitas Udayana pada Rabu (15/10).

 

17 Oktober

Para mahasiswa yang mengolok-olok Timothy mengungkapkan permintaan maaf secara terbuka dan diunggah di media sosial. Sivitas akademika FISIP menggelar malam renungan dan doa untuk Timothy.

Pihak Universitas Udayana mengeluarkan pernyataan yang isinya, sebagai berikut:

  • Mahasiswa yang terlibat dalam percakapan di media sosial, dapat dipastikan bahwa isi percakapan tersebut terjadi setelah mendiang meninggal dunia, bukan sebelum peristiwa yang menimpa mendiang.
  • Dengan demikian, ucapan nirempati yang beredar di media sosial tidak berkaitan atau menjadi penyebab mendiang menjatuhkan diri dari lantai atas gedung FISIP.
  • Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (Satgas PPK) Universitas Udayana diminta melakukan penyelidikan dan penanganan lebih lanjut sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
  • Universitas Udayana mengecam keras segala bentuk ucapan, komentar, atau tindakan nir-empati, perundungan, kekerasan verbal, maupun tindakan tidak empatik, baik di dunia nyata maupun di ruang digital. Tindakan seperti ini bertentangan dengan nilai-nilai Tri Dharma Perguruan Tinggi dan etika akademik universitas.
  • Universitas akan mengambil langkah tegas kepada mahasiswa yang terlibat, sekaligus memperkuat sosialisasi tentang etika komunikasi publik dan penggunaan media sosial yang bertanggung jawab.
  • Setiap bentuk kekerasan, perundungan, atau tindakan yang mencederai martabat sivitas akademika akan diproses sesuai dengan peraturan universitas yang berlaku.
  • Menjadikan peristiwa ini sebagai refleksi tentang pentingnya empati, rasa hormat, dan kepedulian antar sesama mahasiswa.
  • Universitas Udayana juga terus memberikan pendampingan psikologis bagi mahasiswa dan civitas akademika yang terdampak, serta berkomitmen memperkuat program kesehatan mental dan literasi digital di lingkungan kampus.

 

18 Oktober

Ayah Timothy, Lukas Triana Putra, melaporkan peristiwa yang menimpa putranya ini ke polisi agar dilakukan pengusutan untuk mengungkap penyebab kematian anaknya. Hal ini mengingat ada kesimpangsiuran mengenai lokasi sebelum jatuh. Sempat beredar kabar, Timothy jatuh dari lantai dua. Belakangan Timothy disebut jatuh dari lantai empat.

CCTV di lantai empat—yang disebut polisi dalam kondisi tak berfungsi—menurut Ketua Unit Komunikasi Publik Universitas Udayana, Ni Nyoman Dewi Pascarani, berfungsi baik.

Hanya saja, posisi Timothy berada dalam blindspot sehingga tidak terekam kamera.

19 Oktober

RSUP Prof. Ngoerah mengembalikan tiga mahasiswa yang mengeluarkan ucapan nirempati kepada Timothy ke fakultasnya.

“Jika nanti terbukti yang bersangkutan melakukan tindakan pelanggaran etika dan atau perundungan, maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ujar Plt. Direktur Utama RS Ngoerah, I Wayan Sudana.

Ayah Timothy mengungkapkan putranya tidak menjalani pengobatan kesehatan mental. Menurutnya, Timothy pernah melakukan terapi tapi ketika masih remaja saat duduk di bangku SMP karena keperluan adaptasi di lingkungan baru mengingat Timothy lebih sering berkomunikasi dengan bahasa Inggris.

Ketua Unit Komunikasi Publik Unud, Ni Nyoman Dewi Pascarani, saat Konferensi Pers Universitas Udayana di Denpasar, Senin (20/10/2025).

20 Oktober

Polisi memeriksa 19 saksi dan kamera CCTV. Dari hasil penyelidikan sementara, Kapolsek Denpasar Barat, Kompol Laksmi Trisnadewi, menyampaikan kecil kemungkinan Timothy merupakan korban perundungan.

“Jadi dari kesaksian rekan-rekannya, mereka segan karena korban ini orangnya pintar dan berbicara sangat berbobot. Karena korban ini berprinsip, bukan tipe yang akan gampang dibully seperti itu,” ucap Laksmi.

Pihak Universitas Udayana melakukan konferensi pers untuk menegaskan pernyataan pada 17 Oktober lalu dan menyampaikan tidak ada perundungan semasa hidup Timothy. Olok-olok tersebut terjadi setelah Timothy meninggal dan tidak bisa dibenarkan.

Pascarani juga berkata tidak ada tekanan psikis karena skripsi yang kini sedang dikerjakan. Bimbingan skripsi baru berjalan selama 20 hari dan Timothy yang memiliki IPK 3,91 ini sudah menjalani dua kali bimbingan.

Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan masih menelusuri. Sanksi final jika terbukti adalah dikeluarkan dari kampus.

 

Mengapa dugaan perundungan dilakukan anggota BEM?

Psikolog dari Universitas Atma Jaya, Eunike Sri Tyas Suci, menjelaskan, mahasiswa dalam tataran usianya masih berada dalam usia remaja akhir yaitu antara 17 sampai 24 tahun.

”Artinya, masih ada di dalam proses bagaimana mereka mencari identitas diri dan itu menjadi storm and stress-nya para mahasiswa,” ujar Tyas.

”Sehingga ada kemungkinan besar mereka menjadikan peernya bukan sebagai social support, tetapi justru menjadi kompetitor.”

Mengenai keterlibatan para anggota himpunan mahasiswa bahkan BEM, Tyas berpandangan mengenai pengaruh relasi kuasa.

Menurutnya, para mahasiswa yang berada di lingkungan BEM punya kecenderungan merasa lebih punya otoritas dan mempunyai kekuasaan di dalam mengatur.

Dengan demikian, mereka potensial untuk menjadi pelaku perundungan kalau mereka tidak menyadari betul tujuan-tujuannya bergabung dalam BEM yang sejatinya menjadi wadah mengasah kepekaan dan kekritisan berpikir.

“Dalam hal ini, perlu sekali BEM ini diberikan semacam edukasi atau pengarahan oleh pihak pimpinan,” kata Tyas.

“Organisasi ini seharusnya menjadi wadah untuk para mahasiswanya berkembang dan berpikir kritis. Bukan menjadikan mereka punya kuasa.”

Tyas menilai para anggota organisasi ini adalah mahasiswa yang perlu bimbingan untuk menyadari peran mereka.

“Karena sangat mungkin juga justru mereka berpikir sebaliknya, BEM adalah tempat mereka mempunyai kuasa itu untuk mengatur orang lain, untuk melihat dengan perspektif mereka sendiri.”

Live streaming sidang ormawa yang diadakan DPM FISIP Unud terkait bullying TAS tewas bunuh diri, Kamis (16/10/2025).

Secara terpisah, sosiolog dari Universitas Indonesia, Ida Ruwaida Noor, berkata fenomena perundungan yang marak terjadi di institusi pendidikan dari jenjang pendidikan dasar hingga perguruan tinggi mencerminkan “kegagalan” dalam membangun karakter manusia.

“Khususnya dalam menanamkan nilai-nilai kemanusiaan, keadaban, kesetaraan, dan keadilan,” kata Ida Ruwaida.

“Akan tetapi, kepribadian mahasiswa dipengaruhi juga oleh banyak faktor. Antara lain, nilai-nilai yang ditanamkan pada pendidikan sebelumnya, keluarga, teman sebaya, serta terpaan kekerasan di media seperti film hingga game bermuatan kekerasan,” ujarnya.

Di sisi lain, meski memiliki mata kuliah soft-skills, institusi pendidikan dinilainya masih lebih fokus pada hard-skills sehingga pembentukan karakter dan kepribadian yang positif tanpa memandang perbedaan ini minim.

Menurut Ida, status dan jabatan dalam organisasi seperti BEM tidak menjamin mereka berkepribadian positif.

“Kecuali sejak awal, ada mekanisme seleksi yang mampu mendeteksi hal tersebut. Selain juga di organisasi sejak awal sudah dibangun Kode Etik yang harus dipatuhi seluruh warga organisasi. Salah satunya nol toleransi pada berbagai bentuk kekerasan, termasuk bullying,” ucap Ida.

BEM semestinya menjadi corong menyosialisasikam perlawanan terhadap perundungan, baik di tingkat pengurus, sesama mahasiswa, hingga seluruh sivitas akademika. Bukan malah bertindak sebaliknya.

 

Bagaimana kampus harus bersikap?

Menurut Ida, kampus sebagai institusi pendidikan harus mengambil sikap jelas dan tegas. Apalagi ada payung hukum yakni Peraturan Menteri Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi Nomor 55 Tahun 2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi.

“Sudah ada payung hukumnya. Hanya implementasinya memang tergantung sikap dan posisi pimpinan perguruan tinggi,” kata Ida.

Ida berpandangan akar masalah juga harus diurai agar tidak terjadi keberulangan.

Akar masalah prinsip dasarnya sama meski bisa menjadi spesifik tergantun isu lokal dan karakteristik korban dan keluarga, tambahnya.

Misalnya saja, pendatang vs penduduk lokal, minoritas vs mayoritas (agama/etnis), kaya vs miskin, disabilitas, orientasi seksual yang berbeda, aspirasi/pendapat yang berbeda dengan kelompok dominan, atau bisa juga lainnya.

Sementara itu, Tyas mengingatkan aturan ini tergantung pada sejauh mana pimpinan universitas itu menerapkan aturannya.

“Kita tahu di Indonesia sangat pintar di dalam banyak membuat aturan, tapi seringkali kebobolan di dalam pelaksanaannya,” ujar Tyas.

Apalagi dengan keterbukaan sumber informasi slot online , Tyas berkata makin memungkinkan perundungan terjadi.

“Kita melihat juga di tempat-tempat lain, perundungan itu direkam oleh temannya sendiri dan itu menjadi kebanggaan bahkan tanpa ada rasa malu dan tanpa ada rasa sungkan,” ujar Tyas.

Universitas, lanjut Tyas, karena ingin sekali menjadi unggul dalam akademik malah lupa mendidik moral karakter.

“Sehingga kadang-kadang lupa bahwa tugas universitas adalah memproduksi manusia yang unggul, tidak hanya sekedar akademik tetapi unggul secara moral dan karakter.”

Tyas mendorong agar Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan yang wajib dibentuk ini bekerja secara independen sehingga ada aturan yang tegas dan sanksi yang tegas supaya remaja di dalam masa akhir remajanya ini tahu ada batas.

“Karena di dalam psikologi, remaja itu ingin bereksperimen dan terus dia akan melakukan semuanya sampai pada titik ‘this is enough’,” tutur Tyas.

“Di situ kita sebagai orang dewasa atau para pendidik harus secara tegas kapan kita membolehkan remaja melakukan sesuatu dan kapan remaja stop sampai di sini. Perlu ketegasan dari para pimpinan tidak hanya di dalam membuat peraturan tetapi menegakkan peraturan itu sendiri.”

Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Brian Yuliarto, mengaku sudah berkomunikasi langsung dengan rektor Universitas Udayana. Ia juga meminta agar pihak kampus berkomunikasi dengan keluarga korban.

Ia menegaskan kampus tidak boleh menjadi tempat lahirnya kekerasan, termasuk perundungan.

Untuk itu, keberadaan peraturan menteri sebagai payung hukum perlu menjadi pegangan.

Selain aturan, perguruan tinggi wajib membentuk Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan.

Ada juga portal Satgas Harmoni, Anti Kekerasan, Bantuan Tanggap melalui laman sahabat.kemdiktisaintek.go.id.

“Unud sudah membentuk tim untuk menginvestigasi apa yang sebenarnya terjadi serta melakukan pendampingan, baik untuk keluarga maupun pihak lain yang terhubung dengan kasus ini,” kata Brian.

“Kepada seluruh kampus serta mahasiswa, mari lakukan pembinaan dan bangun atmosfer yang baik,” tambahnya.

 

Sumber : mercatotomatopienewark.com

By admin